Powered By Blogger

Jumat, 12 Maret 2010

Peran Teknologi Informasi dan Komunikasi Dalam Terjadinya Proses Perubahan Sosial

Pendahuluan
Telah diramalkan oleh para ahli jaman dahulu dan diyakini oleh masyarakat saat ini bahwa kemajuan teknologi dapat berperan sebagai alat pengubah. Sejarah membuktikan evolusi teknologi selalu terjadi sebagai tujuan atas hasil upaya keras para jenius yang pada gilirannya temuan teknologi tersebut diaplikasikan untuk memperoleh kemudahan dalam aktivitas kehidupan dan selanjutnya memperoleh manfaat dari padanya. Ilmu pengetahuan dasar seperti fisika, matematika, kimia, menjadi modal utama dalam memecahkan persoalan dan menciptakan teknologi. Tahapan berikutnya, temuan teknologi ini diperkenalkan kepada masyarakat dan jika terbukti dapat membantu memudahkan aktivitas manusia kemudian memasuki tahap komersial. Mereka yang mampu memiliki teknologi menjadi penerima manfaat (beneficiaries) teknologi, sedangkan yang tidak mampu berada pada lingkaran luar penerima manfaat teknologi.
Kondisi mampu dan tidak mampu dalam memiliki teknologi inilah yang menjadi penyebab awal (primal causal) dari kesenjangan ekonomi dan sosial. Mereka yang mampu menghasilkan teknologi dan sekaligus memanfaatkan teknologi memiliki peluang yang lebih besar untuk mengelola sumber daya ekonomi, sementara yang tidak memiliki teknologi harus puas sebagai penonton saja. Akibatnya, yang kaya semakin kaya, yang miskin tetap miskin. Pada sisi gelap, teknologi dapat dituduh sebagai penyebab kesenjangan ekonomi dan sosial.
Keadaan inilah yang kemudian memunculkan ide perlunya pemerataan pemanfaatan teknologi hingga ke masyarakat yang bila secara individu tidak mampu memilikinya. Upaya menciptakan teknologi tepat guna di sektor pertanian, perikanan, dan industri rumahan (home industry) yang berbiaya murah dan dapat diterapkan oleh mereka yang berpendidikan rendah pernah menjadi agenda nasional di berbagai belahan dunia, khususnya di kalangan negara sedang membangun. Teknologi tepat guna menjadi tidak popular lagi menyusul semakin kompleksnya tatanan sosial serta munculnya produk teknologi menengah yang dapat dibuat secara massal dan berharga murah. Efek substitusi inilah yang mematikan upaya dibangunnya teknologi tepat guna di pedesaan.
Pemanfaatan bersama sumber daya teknologi menjadi solusi yang ditawarkan banyak pihak guna mengatasi keterbatasan daya beli terhadap teknologi. Termasuk dalam konsep ini adalah disediakannya angkutan massa di perkotaan atau dalam bidang layanan informasi adanya Community Access Center (CAP) dalam bentuk Warung Telekomunikasi (Wartel) dan Warung Internet (Warnet). Fakta menunjukkan bahwa anggota masyarakat tidak perlu harus memiliki teknologi untuk dapat menikmati manfaat teknologi. Dengan demikian yang penggunaan bersama sumber daya teknologi ini menjawab pernyataan mendasar, yang menjadi persoalan bukan pada kepemilikan atas teknologi tetapi akses kepada teknologi dan bagaimana masyarakat dapat seoptimal mungkin menggunakan teknologi untuk memperbaiki taraf hidupnya.
Persoalan yang menyertai keinginan ini adalah keterbatasan daya beli, baik untuk mengadakan penelitian dan pengembangan, pengadaan bahan baku, maupun pembuatan dalam skala produksi tertentu. Pada tataran mikro, dorongan memiliki teknologi yang terdapat pada individu dapat memicu tindakan kriminal atau tidak bertanggung jawab lainnya. Sementara pada tataran agregat, menjadi tugas pemerintah untuk membantu tersedianya teknologi tertentu yang dapat memudahkan kehidupan manusia. Strategi dan Kebijakan publik diperlukan untuk mengakomodasi persoalan teknologi sebagai ends ini.
Di antara bermacam teknologi, di tengah konteks pergulatan antara kemajuan di bidang sosial dan teknologi serta interaksi saling pengaruh di antara keduanya, TIK menempati peran sentral. Isu globalisasi, semakin cepat meluas keseluruh penjuru dunia karena fasilitasi TIK. Apa saja yang terjadi di berbagai bagian di planet ini menjadi semakin cepat tersebar dan mudah diketahui dengan memanfaatkan TIK. Semua ini menjadikan TIK sebagai agen perubahan yang mengubah tatanan sosial kehidupan manusia di seluruh dunia.

TIK Bukan Hanya Internet
Awam seringkali menganggap bahwa wujud dari TIK adalah Internet. Anggapan ini benar namun tidak tepat. Internet muncul sebagai hasil dari menyatunya (konvergensi) antara Teknologi Informasi (TI) dan Telekomunikasi. Sebelum muncul Internet, telah ada internet atau jaringan komputer lokal maupun antar lokal yang sifatnya tertutup. Sebelum muncul jaringan lokal, telah ada peralatan TI baik yang bekerja berdasar prinsip komputasi maupun secara mekanik elektrik. Contoh perangkat TI yang bekerja menggunakan mekanik elektrik adalah mesin ketik elektronik, alat cetak semi otomatik, relay atau switch telepon di sentral telepon, papan reklame yang dioperasikan menggunakan rangkaian elektronik analog, dan lain sebagainya.
Teknologi elektronika digital dengan prinsip kerja komputasi tidak hanya digunakan pada komputer sebagaimana yang lazim dikenal awam, namun juga dipakai pada berbagai aplikasi, seperti jam digital, sistem pengendalian proses, penyiaran dan penerimaan televisi dan radio, peralatan rumah tangga (home appliances), mainan anak – anak (toys), pesawat telepon, peralatan telekomunikasi, dan masih banyak lagi lainnya. Semua perangkat ini tergolong TI karena memenuhi definisi TI yakni teknologi yang digunakan untuk mengumpulkan, mengolah, menganalisis, dan menyajikan informasi. Pada perkembangan terkini semua peralatan ini dapat berkomunikasi satu dengan lain menggunakan protokol komunikasi Internet Protocol (IP), sehingga kita dapat menyaksikan bagaimana sebuah Air Conditioner (AC) di rumah dapat dioperasikan dari mana saja melalui Internet. Dapat dimaklumi bila kalangan awam beranggapan bahwa TIK itu identik dengan Internet.

Semua Bebas Menjadi Sumber Informasi
Perubahan pertama yang dapat ditunjuk sebagai akibat perkembangan TIK adalah semua orang yang dapat menggunakan akses ke Internet bebas untuk menjadi sumber informasi. Sebagai salah satu wujud teknologi hasil konvergensi antara Teknologi Informasi dan Telekomunikasi, Internet menawarkan banyak kemudahan dalam berkomunikasi. Jika di masa lalu antar individu dihadapkan pada terbatasnya moda komunikasi, dengan Internet persoalan jarak, waktu, modus, dan bentuk informasi tidak lagi menjadi isu persoalan. Informasi dapat dikirim dan diterima dalam berbagai bentuk, suara, gambar, data, teks, maupun kombinasi dari semua itu. Melalui Internet ini pula, terbentuk komunitas maya yang berkumpul sesuai dengan minatnya masing – masing.
Para netter – demikian sering disebut – tidak lagi terbelenggu oleh keterbatasan peran sebagai pembaca informasi, tetapi pada posisi yang sama sekaligus dapat berperan sebagai sumber informasi. Setiap netter yang tergabung dalam sebuah komunitas maya dapat menuliskan apa saja buah pikirnya, termasuk yang dimaksudkan untuk menyerang pihak lain, tanpa terhalang oleh sensor ataupun editing dari pihak lain. Satu – satunya alat yang dapat digunakan untuk mengendalikan informasi yang dihasilkan oleh para netter adalah komitmennya pada norma dan etika. Dikatakan demikian karena di banyak negara hukum selalu ketinggalan dalam mengantisipasi kemajuan dan kebebasan yang dialami oleh para pengguna teknologi. Meskipun demikian, di beberapa negara, kebebasan dalam mengeluarkan ide dan pikiran melalui Internet sudah mulai dirasa menganggu harmoni kehidupan sosial. Oleh karenanya dibuatlah peraturan dan perundangan guna melindungi para pihak yang dirugikan dan menghukum mereka yang terbukti menggunakan TIK secara merugikan orang lain.
Mailing list, blog, chating, website merupakan arena komunikasi yang dimaksud di atas. Ciri utamanya adalah adanya komunikasi interaktif, di antara para netter. Di kalangan media massa perubahan ini mulai semakin nyata terlihat, peran sentral penerbit media cetak berangsur – angsur menjadi berkurang. Jika semula media cetak konvensional memegang kendali atas pemberitaan, mengatur siapa yang kontribusi opininya akan diterbitkan, mengalokasikan halaman untuk pemasangan iklan, dan mengendalikan distribusi, setelah munculnya media massa online, kondisi semacam ini tidak sepenuhnya lagi eksis. Narasumber memiliki kesempatan untuk menayangkan aktivitas dan atau idenya di website yang dikelolanya, penulis kolom tidak perlu repot lagi harus menunggu giliran tulisannya dimuat agar, agar dapat segera dibaca publik, penulis kolom dapat membuat website sendiri, atau mengirimkan tulisannya kepada milist yang diikutinya. Kendala periodisasi dan distribusi fisik tidak terjadi karena penerbitan berita dapat dilakukan kapan saja, sementara disribusi berita berlangsung secara elektronik seketika ke segala penjuru dunia.

Keseragaman Gaya Dan Penampilan
Radio, televisi dan Internet mendorong terjadinya universalisasi gaya hidup dan penampilan. Jika kita perhatikan, bila semula hanya di Jakarta dan kota- kota besar lainnya saja yang terdapat restauran McDonald, Kentucky Fried Chiken, maka sekarang ini kedua restaurant tersebut sudah banyak di kota- kota sedang hingga kota kecamatan yang ramai kegiatan ekonominya. Hal yang sama terjadi pada cara berpakaian para remaja, atau usia sekolah. Model tank top ala Britney Spear, atau gaya bicara dengan logat Jakarta sudah tidak lagi menjadi milik istimewa orang perkotaan, bahkan di desa di lereng gunungpun anak – anak kecil sudah fasih berbicara gaya pemain sinetron di televisi nasional.
Perhatikan juga generasi dibawah, kalangan anak – anak usia balita hingga remaja ABG (Anak Baru Gede) model pakaian, perlengkapan yang melekat di badan, mainan yang disukai, bekal makanan yang dibawa ke sekolah, makanan kesukaan, topik pembicaraan, komik yang dibaca, dan lain sebagainya semuanya menunjukkan kemiripan baik mereka yang tinggal di kota maupun di pedesaan. Yang membedakan barangkali kualitas dan kuantitasnya saja, mereka orang tuanya tergolong mampu menggunakan pakaian, perlengkapan, mainan, makanan yang lebih berkualitas, sementara mereka yang kemampuan ekonominya lemah, dengan memiliki substitusinya saja sudah cukup gembira. Yang penting bukan pada kualitas dan kuantitas namun pada gaya dan penampilan.
Radio dan televisi juga mengubah perilaku ibu rumah tangga, pembantu rumah tangga, pekerja kantoran, eksekutif perusahaan, bahkan elite politik. Ada era di mana ibu – ibu rumah tangga bersaing dengan para pembantu rumah tangga dalam membincangkan serial sinetron. Ada pula suatu masa di mana para remaja wanita harus mengubah gaya rambutnya untuk mengikuti model iklan yang tiap saat muncul di televisi.

Demokrasi Menjadi Lebih Baik
Setelah lebih dari tiga dekade di bawah kepemimpinan asional yang otoriter dengan demokrasi perwakilan yang semu, kekuasaaan presiden hampir tak terbatas, dan maraknya perilaku kolutif dalam arena politik nasional, dorongan perubahan ke arah negara Indonesia yang lebih demokratis menjadi semakin mudah terwujud dengan fasilitasi TIK. Perjuangan demokrasi memerlukan koordinasi dan komunikasi intensif di antara para aktivis sebagai lokomotif dan masyarakat luas sebagai penumpang gerbong demokrasi. Karakter TIK yang egaliter sangat sesuai dengan sifat demokrasi, oleh karenanya dalam konteks pembangunan demokrasi TIK lebih tepat diposisikan sebagai means dari pada ends.
Efek positif dari semua bebas menjadi sumber informasi adalah terfasilitasinya kebutuhan akan kebebasan berbicara yang menjadi syarat dasar demokrasi. Penyebaran informasi berlangsung secara peer to peer, one to one, one to many ataupun broadcast. Tidak ada hirarki penyampaian informasi yang mengarah kepada filterisasi informasi sebagaimana terjadi pada sistem informasi di suatu organisasi tertutup. Ide perjuangan demokrasi dengan mudah mencapai sasaran masyarakat luas tanpa terkendala oleh rejim pengawasan informasi yang dilakukan oleh penguasa. Pada proses selanjutnya TIK mendorong terjadinya kesamaan ide, sebagaimana terjadi pada keseragaman gaya dan penampilan. Yang membedakan hanyalah substansi informasinya saja. Pada yang pertama yang menonjol adalah efek peniruan yang menjurus ke arah konsumtifisme, sedangkan pada gerakan demokrasi TIK berhasil menjadi wahana penyamaan persepsi demokrasi, pendorong keputusan untuk melakukan perubahan ketata – negaraan.
Peran TIK dalam proses demokrasi tidak terbatas pada wahana penyamaan persepsi saja melainkan lebih banyak dari itu. Dalam proses kritis yang menjadi acuan adanya demokrasi, TIK membuktikan dirinya memberikan kontribusi besar dalam proses pemilihan umum (pemilu). Penggunaan TIK dalam proses penghitungan suara menjadi salah satu yang dapat ditunjuk sebagai bukti. Selain itu, ada banyak sekali bukti bagaimana TIK melancarkan proses pemilu. Sejak proses pendaftaran partai politik, pendaftaran calon pemilih, seleksi partai yang layak untuk ikut pemilu, kampanye, pengelolaan organisasi partai politik, pendaftaran dan proses adminstrasi calon legislatif, hingga penentuan pemenang pemilu, semua aktivitas ini menjadi tidak terbayangkan betapa sulitnya jika tidak menggunakan TIK. Setelah pemerintahan baru terbentuk, masyarakat menggunakan TIK untuk mengetahui kinerja pemerintah, berinterkasi dengan pejabat pemerintah, maupun memberikan penilaian atas kinerja pemerintah. Ciri – ciri negara demokratis menjadi semakin nyata dengan fasilitasi TIK.

Peluang Bisnis Baru
“Tidak ada detik.com bila tidak ada Internet.” Kalimat ini disampaikan oleh Budiono Darsono penggagas dan sekaligus pemilik portal berita detik.com. Fenomena perubahan yang muncul seiring dengan maraknya Internet adalah tumbuh menjamurnya bisnis berbasis Internet semacam detik.com. Nama – nama situs dagang di Internet semacam Google, Yahoo, Amazon, eBay, Lelang.com, indoexchange.com, klikbca, dan lain sebagainya sudah menjadi istilah familiar di kalangan bisnis dan pengguna TIK. Awal tahun 1999 hingga akhir 2000 dunia bisnis pernah mengalami booming dotcom, suatu model bisnis baru yang dikembangkan dengan menggunakan Internet sebagai sarana dan media transaksi.
Electronic business (e-business) dan Electronic Commerce (e-commerce) menjadi jargon yang masih hidup hingga kini. Bahkan futuris sekelas Lester Thurow, Carl Shapiro, Paul Krugman, Don Tapscott menjelang pergantian abad milenium dengan yakin mengatakan Internet akan mengubah conventional economy menjadi new economy atau digital economy. Suatu kondisi ekonomi yang diwarnai dengan aktivitas bisnis berbasiskan transaksi melalui Internet. Gambaran akan terjadi perubahan besar dalam dunia bisnis didukung oleh liputan media maupun banyak terbitnya buku yang mengulas tentang e-business dan e-commerce. Model bisnis B2C, B2B, C2C menjadi topik utama pembicaraan di berbagai seminar. Sebuah majalah ekonomi bahkan merasa perlu untuk mengubah logo, tampilan dan sajian berita disesuaikan dengan serba “e” yang diyakininya akan terus berlangsung.
Kiat yang banyak dipakai para pebisnis Internet antara lain “tidak ada yang tidak dapat dibisniskan di Internet.” Daya pikat Internet sebagai alat dan sekaligus tujuan bisnis dipengaruhi juga oleh kemampuannya menjangkau pasar di seluruh dunia. Sebuah rumah penginapan kecil di pedalaman Finlandia yang selalu diselimuti es menjadi terkenal di seluruh dunia karena dipromosikan melalui Internet. Para turis harus rela mengantri sampai enam bulan untuk dapat giliran menginao di penginapan tersebut. Seorang wanita di Bandung selatan menjadi terkenal di seantero dunia dan bertambah kekayaannya setelah ia membuka jasa perdagangan melalui Internet. Masih banyak contoh sukses (dream come true) bisnis yang dilakukan melalui Internet. Ini semua menggambarkan perubahan di dunia bisnis yang terjadi karena adanya Internet.

Perubahan Dalam Layanan Publik
Dampak TIK tidak saja melanda perusahaan atau organisasi privat. Al Gore dikala masih menjadi Wakil Presiden Amerika Serikat menjadi pejabat negara pertama di dunia yang menyatakan perlunya birokrasi pemerintahan memanfaatkan TIK untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas layanan publik. Jauh sebelum itu, Lee Kuan Yew Perdana Menteri Singapura memerintahkan kepada aparat di bawahnya agar dapat menyelesaikan setiap permintaan layanan dari masyarakat selambat –lambatnya dalam tempo dua kali dua puluh empat jam. Permintaan layanan publik semacam ini tidak dapat dengan mudah dipenuhi bila hanya dikerjakan secara manual, harus menggunakan TIK untuk menjawab perintah Perdana Menteri. Al Gore dan LKY dapat dijadikan contoh bagaimana pemimpin negara mengawali gerakan untuk mengotomatisasikan layanan publik menggunakan TIK.
Dalam perkembangan selanjutnya, yang terjadi tidak hanya otomatisasi layanan publik, tetapi lebih dari itu terjadi efisiensi dan peningkatan produktivitas yang luar biasa, serta peningkatan citra pemerintah di hadapan masyarakat yang dilayaninya. Electronic Government (e-Government) menjadi terminologi yang sering dipakai untuk mendorong terjadinya transformasi paradigma dalam layanan publik. Akuntabilitas, transparansi, akurasi, kecepatan proses layanan, dan produktivitas menjadi kata yang sering diasosiasikan dengan e-Government.
Pemanfaatan TIK di lingkungan instansi pemerintah dalam kemasan e-Government dikhawatirkan pada akhirnya tidak berbeda dengan hembusan Sistem Informasi Manajemen Nasional (SIMNas) dan berbagai program pemerintah di bidang TIK lainnya yang selalu kandas di tengah jalan seiring minimnya komitmen dari pemimpin nasional, pergantian kebijakan akibat pergantian menteri atau tidak adanya anggaran yang memadai. Jika demikian, keberhasilan negara – negara maju dalam memanfaatkan TIK utuk mereformasi birokrasinya, tidak dapat ditiru oleh Indonesia.

Kejahatan Baru
Internet bagaikan pisau, digunakan oleh Ibu rumah tangga baik – baik bermanfaat untuk keluarga, digunakan oleh wanita jalang menjadi sarana pamer aurat. Dampak negatif yang muncul dari pemanfaatan teknologi selalu tidak dapat terhindarkan. Persoalannya, Internet mendorong munculnya jenis – jenis kejahatan baru yang tidak ada sebelumnya. Selain itu cakupan dari kejahatan yang dilakukan melalui Internet sulit diukur dampak langsungnya karena jangkauan Internet yang sedemikian luas.
Jenis – jenis kejahatan yang dilakukan menggunakan Internet diperkirakan akan meningkat baik modus maupun kejadiannya. Dorongan kepada seseorang untuk melakukan tindakan kejahatan di Internet sangat banyak, antara lain karena antara pelaku dan korban tidak perlu berada pada ruang dan waktu yang sama, seringkali korban dan pelaku tidak saling mengenal, makin mudahnya penggunaan Internet melalui tampilan program yang user friendly, dan masih lemahnya prasarana hukum yang mengatur bidang Cyber.

Penyesuaian Perundangan dan Peraturan
Seorang pelaku carding mengatakan melakukan carding karena dia menganggap di Repbulik Indonesia ini tidak ada aturan yang dapat menghukum pencuri di dunia maya. Baginya dunia maya adalah maya, tidak ada wujud, dan oleh karenanya segala perbuatan yang dilakukan di dunia maya tidak punya implikasi hukum. Seorang carder yang ditangkap polisi dalam pengakuannya mengatakan tidak merasa mencuri kartu kredit dan selanjutnya menipu merchant karena semua aktivitas tersebut dilakukan secara terbuka di Warnet. Seorang teman praktisi TIK dengan bangga menyatakan memiliki ratusan nama domain yang identik dengan nama – nama perusahaan terkenal, dengan harapan suatu saat perusahaan – perusahaan tersebut akan membeli nama domain yang dikuasainya tersebut. Jika perusahaan menolak membeli, maka teman ini akan meng-hacked situs milik perusahaan tersebut, dan kemudian menawarkan jasa security sistem informasi. Seorang pengelola rumah hiburan, diam – diam mengirim email kepada relasi dan berbagai milist yang berisi alamat situs rumah bordil tersebut, di dalam situs tersebut ditayangkan gambar wanita yang siap melayani tamu dengan tarif tertentu. Seorang polisi mengeluh karena setelah susah payah berhasil menangkap carder, dan pengelola bordil maya, dalam proses persidangan hakim dan jaksa tidak dapat meberi hukum yang adil karena kedua hakim dan jaksa menganggap bukti yang diajukan tidak memenuhi ketentuan perundangan dan tidak ada undang – undang yang layak dipakai untuk mengadili kasus tersebut. Akibatnya polisi harus menjelaskan proses perolehan alat bukti dan jaksa/hakim menggunakan undang – undang pidana biasa (KUHP) untuk mentuhi hukuman kepada terdakwa.
Ilustrasi kejadian di atas menggambarkan sudah saatnya tersedia Undang – Undang dan peraturan yang khusus mengatur pemanfaatan TIK khususnya Internet. Pelaku e-commerce dan masyarakat pengguna e-Government perlu menyadari bahwa jika muncul konflik di antara para pihak yang bertransaksi, maka hukum yang ada masih belum layak digunakan untuk mengadili kasus yang muncul. Kekhawatiran terhadap potensi kerugian akibat tidak adanya kepastian hukum dalam transaksi melalui Internet inilah yang menyebabkan banyak mitra bisnis di luar negeri tidak bersedia berbisnis dengan pelaku bisnis Internet di Indonesia.

Tantangan Bagi Pemerintah
Berbagai pemerintah di segenap kawasan telah mengantisipasi perubahan yang disebabkan oleh TIK. Kebijakan dan peraturan dibuat untuk memfasilitasi masyarakat warganya agar dapat seoptimal mungkin memanfaatkan TIK secara benar dan bertanggung jawab. Kebijakan dan peraturan harus diarahkan untuk mendorong makin tingginya nilai – nilai positif dari TIK, dan menekan serendah mungkin dampak negatif dari pemanfaatan TIK.
Perluasan akses kepada TIK, penambahaan aplikasi dan konten, penguatan pelaku usaha di bidang TIK agar lebih kompetitif, pendidikan sumber daya manusia agar trampil dan mumpuni di bidang TIK, penyediaan bantuan dana bagi mereka yang tergolong miskin untuk memperoleh akses kepada informasi, kemudahan perijinan bagi penyelenggaraan layanan TIK, merupakan beberapa contoh isu yang merupakan tantangan bagi pemerintah.
Dalam konteks pembinaan, pengaturan, pengawasan dan pengendalian, ketentuan yang berlaku di industri jasa telekomunikasi menjadi tidak relevan apabila diterapkan begitu saja dalam pengaturan pemanfaatan TIK.

Referensi
1. Beck, Ulrich, Anthony Giddens and Scott Lash, Reflexive Modernization: Politics, Tradition and Aesthetics in the Modern Social Order, London: Polity Press, Giddens, Anthony, the Consequences of Modernity, Stanford, California, Stanford University Press, 1990. Kueng, Hans, Projekt Weltethos, Muenchen: R. Piper, 1990.
2. Kadir, Abdul ; CH.Triwahyuni, Terra. Pengenalan Teknologi Informasi. Penerbit Andi, Yogyakarta, 2003.
3. Kamarga, Hanny. (2002). Belajar Sejarah melalui e-learning; Alternatif Mengakses Sumber Informasi Kesejarahan. Jakarta: Inti Media.
4. Lia Julia, “Pemanfaatan Teknologi Informasi Pendidikan pada Bidang Sosial Kemasyarakatan” (URL http://liajulia14.blogspot.com/2010/03/pemanfaatan-teknologi-informasi.html )
5. Mas Wigrantoro Roes Setiyadi, Ir, SE, MSi., MPP, “Teknologi Informasi dan Komunikasi Dan Perannya Dalam Proses Perubahan Sosial” http://www.insteps.or.id/index_m.php?id=182
6. Michael S. Sunggiardi, “MENUJU INDONESIA BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI MELALUI OPTIMALISASI PEMANFAATAN INTERNET” Situs Pemerintah Kabupaten Cilacap, 2009
7. O’Brien, Introduction to Information System, McGrawHill, 2004.
8. Rulam. Peranan Teknologi Informasi dalam Kegiatan Pembelajaran. Agustus 2009 ( URL http://www.infodiknas.com )
9. Partisipasi Masyarakat dalam pendidikan; Suatu Bahan Kajian Pendidikan (URL www.uns.ac.id/data/sp11.pdf )
10. http://lestarimandiri.org/en/ict/126-teknologi-informasi-komunikasi–tik-/280-teknologi-informasi-dan-komunikasi-dan-perannya-dalam-proses-perubahan-sosial.html
11. http://lestarimandiri.org/en/ict/126-teknologi-informasi-komunikasi--tik-/275-teknologi-informasi-dan-komunikasi-tik.html
12. http://arumtias.ngeblogs.com/2010/01/09/teknologi-informasi-dan-komunikasi-dan-perannya-dalam-proses-perubahan-sosial/
13. http://www.docstoc.com/docs/20489603/PERKEMBANGAN-TEKNOLOGI-INFORMASI
14. http://www.itku.co.cc/2009/07/peranan-dan-dampak-penggunaan-teknologi.html#
15. http://alim-bahri.blogspot.com

Implementasi IT dalam Bidang Pemerintahan : Penerapan e-Procurement System dalam mendukung e-Governance dan Good Corporate Governance

Salah satu unsur untuk mewujudkan Good Governance di era reformasi adalah keterbukaan atau transparansi dalam pemerintahan, oleh karena itu diperlukan adanya inovasi dan ide-ide baru yang dalam proses penerapannya tidak menyalahi aturan-aturan yang berlaku. Tantangan untuk mewujudkan inovasi tersebut adalah dengan memanfaatkan kehadiran teknologi informasi yang berbasis internet.
Dalam era informasi, daya saing bangsa ditentukan oleh kemampuan sumber daya manusianya dalam memanfaatkan kemajuan teknologi informasi yang memberikan dampak perubahan yang besar pada kehidupan masyarakat. Kemampuan sumber daya ini antara lain dapat diperoleh dengan meningkatkan kualitas dan kuantitas penelitian baik dalam teknologi inti maupun aplikasinya supaya dapat memberikan konstribusi pada pembangunan nasional, meningkatkan kompetensinya, dan mengembangkan kemampuan sesuai dengan perkembangan global.
Tuntutan tata kelola yang baik, benar dan transparan pada suatu organisasi baik di korporasi, pemerintahan bahkan di LSM semakin meningkat. Sebenarnya keinginan untuk mengembangkan tatakelola suatu organisasi bukan hal baru, tapi hal ini mencuat sejak awal 2000-an dengan munculnya beberapa skandal di beberapa perusahaan yang meyebabkan tidak sehatnya suatu usaha.
Tata kelola organisasi seperti di pemda, universitas dan perusahaan sangat penting bagi pemegang saham, investor, wakil pengemban amanah, pegawai, kreditor dan pelanggan sebagai pengguna jasa.
Beberapa organisasi telah mencoba mengeluarkan suatu pedoman tentang tata kelola korporasi yang baik. Tata kelola di korporasi dengan penyediaan suatu struktur untuk mendapatkan suatu tujuan dari organisasi dan pemantauan kinerja untuk meyakinkan bahwa tujuan telah tercapai. Pedoman tata kelola organisasi tidak tunggal, bisa dikembangkan sesuai dengan macam atau bentuk organisasi.
Pada umumnya wakil pemilik organisasi menunjuk dewan direksi untuk menjaga dan meningkatkan nilai aset yang dipunyai oleh organisasi seperti aset fisik, sumber daya manusia, keuangan, kekayaan intelektual, teknologi informasi dan aset hubungan dengan pelanggan, pengguna ataupun lingkungan.
Perusahaan-perusahaan besar dan maju telah merubah cara pandangnya terhadap teknologi informasi dari sekedar alat perhitungan dan komunikasi menjadi suatu komponen yang melekat (embeded) pada perusahaan untuk tetap bisa bersaing.
IT governance diartikan sebagai struktur dari hubungan dan proses yang mengarahkan dan mengatur organisasi dalam rangka mencapai tujuannya dengan memberikan nilai tambah dari pemanfaatan teknologi informasi sambil menyeimbangkan risiko dibandingkan dengan hasil yang diberikan oleh teknologi informasi dan prosesnya.
IT governance merupakan satu kesatuan dengan sukses dari enterprise governance melalui peningkatan dalam efektivitas dan efisiensi dalam proses perusahaan yang berhubungan. IT governance menyediakan struktur yang menghubungkan proses TI, sumber daya TI dan informasi bagi strategi dan tujuan perusahaan. Lebih jauh lagi IT governance menggabungkan good (best) practice dari perencanaan dan pengorganisasian TI, pembangunan dan pengimplemantasian, delivery dan support, serta memonitor kinerja TI untuk memastikan kalau informasi perusahaan dan teknologi yang berhubungan mendukung tujuan bisnis perusahaan. IT governance memungkinkan perusahaan untuk memperoleh keuntungan penuh dari informasinya, dengan memaksimalkan keuntungan dari peluang dan keuntungan kompetitif yang dimiliki.
Ada Lima kata kunci keputusan tatakelola teknologi informasi adalah sebuah aset yang strategis sebagai berikut:
Pertama, IT principles. Keputusan teknologi informasi ini adalah kumpulan dari pernyataan-pernyataan level eksekutif tinggi tentang bagaimana teknologi informasi dapat digunakan organisasi. Sekali pernyataan diartikulasikan, prinsip TI menjadi bagian dari managemen organisasi, yang terus didiskusikan dan dilaksanakan demi perbaikan organisasi, baik di sektor pemasaran, keuangan, pabrik dan lain-lain.
Kedua, IT architecture decisions. Dengan mengklarifikasikan teknologi sebagai pendukung bisnis organisasi yang telah dikembangkan melalui IT principlies baik secara eksplisit maupun implisit, selanjutnya memerlukan proses standardisasi dan integrasi di dalam suatu organisasi.
Arsitektur TI adalah pengorganisasian logika dari data, aplikasi dan infrastruktur yang dikemas dalam suatu kebijakan, hubungan dan pemilihan teknologi untuk mendapatkan integrasi dan standardisasi teknis dan bisnis yang diharapkan.
Dalam banyak kasus di Indonesia saat ini banyak persoalan masalah integrasi dan koordinasi, kepentingan sektoral masih menjadi problem, sehingga sering gagalnya proyek IT di perusahaan yang menghabiskan banyak biaya.
Ketiga, IT infrastructure. Prasarana dan sarana teknologi informasi yang menyangkut jaringan, komputer, perangkat keras dan lunak lainnya adalah suatu kumpulan komponen yang diharapkan bisa mempercepat proses perhitungan, pengiriman dalam berbagai media informasi (data, informasi, gambar, video, teks) dalam waktu yang singkat dan proses penyimpanan yang efektif.
Suatu sarana yang bisa dikontrol dari pusat kekuasaan dan yang dipakai bersama menjadi hal yang penting. Perencanaan kapasitas, baik di penyimpanan, pengiriman (bandwidth) maupun pelayan, menjadi penting. Tanpa ada perencanaan yang baik, maka akan menyebabkan buruknya image dan kinerja IT di perusahaan
Keempat, IT Software. Dalam pengembagan teknologi informasi diperlukan sejumlah aplikasi yang dapat memberikan suatu nilai tambah bagi organisasi. Ada dua hal penting, yaitu kreativitas dan disiplin: kreativitas diperlukan untuk mengidentifikasi suatu cara atau proses baru dari organisasi sehingga ada nilai yang bermakna; disiplin menyangkut hal yang berkaitan dengan integritas arsitektur sehingga meyakinkan bahwa aplikasi yang dibangun memang sesuai dengan arsitektur organisasi yang terintegrasi dan terinovasi.
Kelima, Investasi dan prioritas teknologi informasi. Investasi teknologi informasi sering menjadi bahan yang sulit dimengerti oleh top manajemen dari suatu organisasi, hal ini dikarenakan nilai baru yang ditimbulkan tidak langsung terasa oleh organisasi.
Kelima dasar tersebut diatas sangat penting dipahami oleh pimpinan organisasi pemerintahan daerah agar dapat menjadi bagian dari good corporate governance. Proyek e-local government di berbagai daerah masih sering terjadi pemborosan dan belum bermanfaat secara optimal, hal ini karena belum dipahami tentang pengembangan teknologi informasi dan belum adanya alat kendali oleh pimpinan pemerintahan daerah.
Dewasa ini hampir sebagian besar institusi pemerintah di pusat maupun di daerah mengaplikasikan teknologi informasi tersebut dengan membangun berbagai portal (website) dengan tampilan beragam dan menyediakan berbagai informasi yang berkaitan dengan tugas dan fungsi dari institusi yang bersangkutan. Hal yang demikian dikenal sebagai e-Government, yang diharapkan dapat mendorong terjadinya reformasi dalam penyelenggaraan pemerintahan di mana transparansi kebijakan dan pelaksanaan otonomi daerah akan makin mudah dikelola dan diawasi
Salah satu bentuk penerapan dari e-Government adalah e-Procurement atau e-Tendering yang merupakan wujud hubungan government-to-bussiness (G2B) dari pemasok/ penyedia barang/jasa ke Instansi Pemerintah melalui internet dan wujud hubungan citizen-to-government (C2G) yang mana masyarakat mendapatkan akses untuk memantau proses pengadaan barang yang dilakukan oleh Instansi Pemerintah. Lewat internet ini, mekanisme pengadaan barang dan jasa dapat dilakukan secara on-line (real time). Sebagai bentuk generasi terbaru dari Supply Chain Management (SCM) atau biasa dikenal dengan istilah collaboration commerce.
e-Procurement adalah proses pengadaan barang/jasa pemerintah yang pelaksanaannya dilakukan secara elektronik yang berbasis web/internet dengan memanfaatkan fasilitas teknologi komunikasi dan informasi yang meliputi pelelangan umum secara elektronik yang diselenggarakan oleh Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE). e-Procurement merupakan salah satu media yang sangat efektif untuk menekan pembiayaan proses lelang baik dari sisi penyedia barang/jasa maupun Instansi Pemerintah sebagai pengguna barang/jasa.

Proses Pengadaan Secara Elektronik
Proses lelang yang dilakukan secara elektronik adalah :
1. Pengumuman lelang oleh Panitia
2. Upload dokumen lelang oleh Panitia
3. Download dokumen lelang oleh Panitia
4. Penjelasan lelang
5. Pemasukan dokumen penawaran oleh Penyedia
6. Pembukaan dokumen penawaran oleh Panitia
7. Pengumuman pemenang lelang
8. Sanggahan kepada PPK

Manfaat dari penggunaan e-Procurement adalah :
1. Mendapatkan Harga Pembelian Barang yang terkontrol.
2. Mempercepat Waktu Proses Pengadaan.
3. Proses pengadaan akan lebih transparan.
4. Mereduksi biaya pengadaan barang/jasa.
5. Menghemat sampai dengan 50% anggaran.
6. Memperlancar Komunikasi Buyer – Supplier.
7. Pelayanan yang baik kepada Supplier

Keunggulan e-Procurement :
1. Tidak adanya batas ruang dan waktu karena menggunakan teknologi berbasis internet.
2. Proses pengadaan barang dapat diikuti oleh pemasok secara terbuka.
3. Proses dalam setiap tahapan pengadaan akan dengan mudah diikuti / diawasi oleh
4. seluruh stakeholder.
5. Proses akan berlangsung secara :
a. Efisien,
b. Efektif,
c. Terbuka dan bersaing,
d. Transparan,
e.Adil/ tidak diskriminatif,
f. Akuntabel.
6. Akan lebih mendorong terjadinya persaingan antar pemasok yang lebih sehat.
7. Mencegah tindakan kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa.

Mengapa Panitia Pengadaan Memerlukan e-Procurement ?
1. Mendapatkan penawaran yang lebih banyak
2. Mempermudah proses administrasi
3. Mempermudah PPK/Panitia Pengadaan dalam mempertanggung jawabkan proses pengadaan

Mengapa Penyedia Memerlukan e-Procurement ?
1. Menciptakan persaingan usaha yang sehat
2. Memperluas peluang usaha
3. Membuka kesempatan pelaku usaha mengikuti lelang
4. Mengurangi biaya transportasi untuk mengikuti lelang

Mengapa Masyarakat Memerlukan e-Procurement ?
Memberi kesempatan masyarakat luas untuk mengetahui proses pengadaan

Era baru pengadaan barang/jasa dan pemerintah akan memasuki babak baru dengan dibentuknya suatu lembaga yang menangani hal-hal tersebut, yaitu Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Seperti diketahui, lembaga ini adalah lembaga Pemerintah non departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Melalui Peraturan Presiden No.106 Tahun 2007 Tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, lembaga ini merupakan lembaga pengganti Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Publik, Kementrian Negara PPN/Bappenas yang selama yang mengatur mengenai pengadaan barang dan jasa yang dibiayai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), sebagai pengejawantahan Keppres. No. 80/ 2003.
Sebagaimana tertuang dalam Perpres tersebut, LKPP mempunyai fungsi antara lain:
1. Penyusunan dan perumusan strategi serta penentuan kebijakan dan standar prosedur di bidang pengadaan barang/jasa Pemerintah termasuk pengadaan badan usaha dalam rangka kerjasama Pemerintah dengan badan usaha.
2. Pembinaan dan pengembangan sistem informasi serta pengawasan penyelenggaraan pengadaan barang/jasa Pemerintah secara elektronik (e-procurement)
3. Koordinasi dan sinkronisasi pemantauan dan evaluasi pelaksanaan proses pengadaan barang/jasa Pemerintah melalui permintaan data hasil pengadaan barang/jasa yang telah dan sedang berjalan kepada instansi Pemerintah di Pusat dan Daerah.
4. Penyiapan masukan kepada Departemen Keuangan dan Kementrian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional tentang rencana pengadaan sebagai bahan referensi penyusunan dan pelaksanaan anggaran untuk dicantumkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian/Lembaga (RKAKL) yang akan dibahas dengan Dewan Perwakilan Rakyat RI.
Di sisi lain, kini semakin banyak departemen/ instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah yang menyelenggarakan pengadaan barang dan jasa secara eletronik atau yang dikenal dengan istilah E-Procurement. Dalam pelaksanaannya, E-Procurement di Indonesia telah terbukti memberikan manfaat positif dan mampu mewujudkan pengadaan barang dan jasa yang menerapkan prinsip Good Corporate Governance. Banyak kalangan departemen/ instansi pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN dan BUMD yang mampu menghemat anggaran maupun waktu yang digunakan. E-Procurement juga dianggap bisa "membebaskan" proses pengadaan barang dan jasa dari tudingan korupsi, kolusi, nepotisme (KKN). Walaupun belakangan ada wacana akan membebaskan BUMN dari ketentuan Keppres No.80/2003, tapi pada prakteknya sudah cukup banyak BUMN yang menjalankan pola perekrutannya dengan inspirasi dari sini.
Sebagai BUMN yang wajib menerapkan prinsip Good Corporate Governance (GCG) atau dikenal dengan tata kelola Perusahaan yang baik dalam aspek bisnis dan pengelolaan perusahaan pada semua jajaran perusahaan, PLN menyusun tatakelola Teknologi Informasi dalam lingkup bisnis dan pelaksanaan pengelolaan perusahaan. Dukungan Teknologi Informasi dapat meningkatkan kapabilitas perusahaan dalam memberikan kontribusi bagi penciptaan nilai tambah, serta mencapai efektifitas dan efisiensi. Aspek kunci dari prinsip GCG meliputi adil, responsibilitas, transparansi, independensi, akuntabilitas, keselarasan dan kewajaran serta tanggung jawab untuk mencapai tujuan perusahaan.
Dengan Panduan Kebijakan Tata Kelola Teknologi Informasi BUMN (IT Governanve), seluruh BUMN diminta untuk melaksanakan GCG pada setiap aspek bisnis dan juga pengelolaan perusahaan pada semua jajarannya.
Dan dengan diterapkannya sistem e-procurement di PLN, maka BUMN ini dapat melakukan penghematan sebesar 400 milyar setahun. Aplikasi eProc mampu membawa manfaat bagi perusahaan yakni adanya standardisasi proses pengadaan, terwujudnya transparansi dan efisiensi pengadaan yang lebih baik, tersedianya informasi harga satuan khusus di internal PLN, serta mendukung pertanggung-jawaban proses pengadaan.
Hal ini dapat mencerminkan sangat baiknya suatu proses pengambilan keputusan juga leadership dalam penyelenggaran tata kelola Teknologi Informasi.


Referensi

1. Aisonhaji, “Inovasi Sistem Pengadaan untuk Transparansi dan Efisiensi” 2008 (URL http://aisonhaji.wordpress.com/2008/07/12/inovasi-sistem-pengadaan-untuk-transparansi-dan-efisiensi/ )
2. Aisonhaji, “Kontrak pengadaan Barang/Jasa” 2008 (URL http://aisonhaji.wordpress.com/2008/05/15/kontrak-pengadaan-barangjasa/ )
3. Bale Bengong.net, “E-Procurement untuk Memudahkan Pengadaan” (URL http://www.balebengong.net/kabar-anyar/2010/03/11/e-procurement-untuk-memudahkan-pengadaan.html )
4. Darna Setiadi, “IMPLEMENTASI e-PROCUREMENT UNTUK MENINGKATKAN KINERJA OPERASIONAL PT. GARUDA INDONESIA” 2009 h5-6.
5. EPIQ Advance Supply Management: E-Procurement (URL http://www.epiqtech.com/e-procurement.htm )
6. Fahmi Mochtar, “e-Procurement sebagai Dukungan Good Corporate Governance : Sistem e-Procurement PT.PLN(Persero) Mampu Memberikan Penghematan Sebesar 400 Milyar/tahun” (URL http://eproc.pln.co.id/ )
7. Falahah, “PERENCANAAN TATA KELOLA TEKNOLOGI INFORMASI BERDASARKAN FRAMEWORK COBIT” LPPM, SNATI Yogyakarta, 2006
8. Hadwi Soendjojo, “Teknologi Informasi dan Peningkatan Layanan Publik”, E-Local Goverment Help Desk, Depkominfo, 2008, h1. (URL http://elghd-indonesia.org/id/data/knowledge-based/teknologi-informasi-dan-peningkatan-layanan-publik--2008071986/1/ )
9. Hemat Dwi Nuryanto, “Optimalisasi Penerapan e-Procurement” 2008 (URL http://hdn.zamrudtechnology.com/2008/08/21/optimalisasi-penerapan-e-procurement/ )
10. Kristine W. MacRae, “Best Practices : E-Procurement”, GBET Coplan & Company, Seattle Los Angeles 2002.
11. LKPP-Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, “Implementasi e-Procurement sebagai Inovasi Pelayanan Publik”
12. Pande Baik, “e-Procurement Inovasi Pelayanan Publik Sektor Pengadaan berbasis Teknologi Informasi” 2010 (URL http://www.pandebaik.com/2010/03/11/e-procurement-inovasi-pelayanan-publik-sektor-pengadaan-berbasis-teknologi-informasi/ )
13. IT Governance Institute, Board Briefing on IT Governance, 2rd Edition.
14. IT Governance Institute, CobiT Audit Guidelines, 3rd Edition., July 2000
15. IT Governance Institute, CobiT Implementation Tool Set, 3rd Edition., July 2000

Kemajuan Teknologi Informasi dalam Dunia Kesehatan

Pendahuluan
Teknologi informasi telah berkembang dengan sangat pesat dan telah merambah ke berbagai bidang kehidupan manusia termasuk juga pada bidang kesehatan. Kemajuan dalam bidang kesehatan ini begitu pesatnya berkat kemajuan dalam bidang IT, sehingga begitu banyak temuan-temuan yang didapatkan dengan bantuan teknologi informasi baik dalam hal pengorganisasian suatu rumah sakit, pengobatan, maupun penelitian-penelitian pengembangan dari ilmu kesehatan itu sendiri.
Meskipun begitu dunia kesehatan (dan medis) merupakan bidang yang bersifat information-intensive, akan tetapi adopsi teknologi informasi masih relatif tertinggal. Sebagai contoh, ketika transaksi finansial secara elektronik sudah menjadi salah satu prosedur standar dalam dunia perbankan, sebagian besar rumah sakit di Indonesia baru dalam tahap perencanaan pengembangan billing system. Meskipun rumah sakit dikenal sebagai organisasi yang padat modal-padat karya, tetapi investasi dalam hal teknologi informasi hanya mendapatkan porsi yang kecil. Di AS saja, negara yang sudah maju baik dari sisi anggaran kesehatan maupun teknologi informasinya, rumah sakit rata-rata hanya menginvestasinya 2% dari dananya untuk teknologi informasi.
Industri Kesehatan telah memiliki standar operasional yang baik, seperti aplikasi standar patient safety. Praktik manajemen modern, seperti ISO, telah diterapkan di industri kesehatan secara gradual. Harapan hidup pasien telah mencapai taraf yang lebih baik dibanding masa lalu, berkat profesionalitas praktisi kesehatan yang semakin baik.
Bersamaan dengan meningkatnya standar pelayanan industri kesehatan, maka tantangan yang dihadapi juga semakin meningkat. Abad ke 21 ini menjadi abad yang penuh tantangan. Berbagai macam penyakit masih menjadi tantangan utama dunia kedokteran, seperti Jantung/kardiovaskular, Kanker, HIV/AIDS, Glukoma, Diabetes, Alzheimer, Huntington, Sickle Cell dan Schizoprenia. Masyarakat saat ini mulai menyadari bahwa teknologi informasi merupakan salah satu perangkat yang penting dalam peradaban manusia untuk membantu mengatasi masalah derasnya arus informasi. Teknologi informasi saat ini adalah bagian penting dalam manajemen informasi.
Di dunia medis, dengan perkembangan pengetahuan yang begitu cepat (kurang lebih 750.000 artikel terbaru di jurnal kedokteran dipublikasikan tiap tahun), dokter akan cepat tertinggal jika tidak memanfaatkan berbagai tool untuk mengudapte perkembangan terbaru. Selain teknologi informasi juga memiliki kemampuan dalam memfilter data dan mengolah menjadi informasi, TI mampu menyimpannya dengan jumlah kapasitas jauh lebih banyak daripada cara-cara manual. Konvergensi dengan teknologi komunikasi juga memungkinkan data kesehatan di-share secara mudah dan cepat. Disamping itu, teknologi memiliki karakteristik perkembangan yang sangat cepat. Setiap dua tahun, akan muncul produk baru dengan kemampuan pengolahan yang dua kali lebih cepat dan kapasitas penyimpanan dua kali lebih besar serta berbagai aplikasi inovatif terbaru.

Aplikasi teknologi informasi untuk mendukung manajemen informasi kesehatan
Secara umum masyarakat mengenal produk teknologi informasi dalam bentuk perangkat keras, perangkat lunak dan infrastruktur.
1. Perangkat Keras
Perangkat keras atau Hardware meliputi
a. Perangkat input : keyboard, mouse, scanner, mic, dll
b. Perangkat output : monitor, printer, speaker, dll
2. Perangkat Lunak
Perangkat lunak atau Software meliputi
a. Sistem Operasi : Windows, Linux, atau Mac
b. Program Aplikasi : Microsoft Office, Visual Basic, dll

3. Aspek Infrastruktur
Pada aspek infrastruktur, kita mengenal ada istilah jaringan komputer baik yang bersifat terbatas dan dalam kawasan tertentu (misalnya satu gedung) yang dikenal dengan nama Local Area Network maupun jaringan yang lebih luas, bahkan bisa meliputi satu kabupaten atau negara atau yang dikenal sebagai Wide Area Network (WAN).
Perangkat keras, perangkat lunak, serta infrastruktur, ketiga-tiganya memiliki potensi besar untuk meningkatkan efektivitas maupun efisiensi manajemen informasi kesehatan. Beberapa contoh penting yang akan diulas adalah:
Rekam medis berbasis komputer (Computer based patient record)
Salah satu tantangan besar dalam penerapan teknologi informasi dan komunikasi di rumah sakit adalah penerapan rekam medis medis berbasis komputer. Dalam laporan resminya, Intitute of Medicine mencatat bahwa hingga saat ini masih sedikit bukti yang menunjukkan keberhasilan penerapan rekam medis berbasis komputer secara utuh, komprehensif dan dapat dijadikan data model bagi rumah sakit lainnya.

Pengertian rekam medis berbasis komputer bervariasi, akan tetapi, secara prinsip adalah penggunaan database untuk mencatat semua data medis, demografis serta setiap event dalam manajemen pasien di rumah sakit. Rekam medis berbasis komputer akan menghimpun berbagai data klinis pasien secara lengkap, pasien baik yang berasal dari hasil pemeriksaan dokter, digitasi dari alat diagnosisi (EKG, radiologi, dll), konversi hasil pemeriksaan laboratorium maupun interpretasi klinis. Rekam medis berbasis komputer yang lengkap biasanya disertai dengan fasilitas sistem pendukung keputusan (SPK) yang memungkinkan pemberian alert, reminder, bantuan diagnosis maupun terapi agar dokter maupun klinisi dapat mematuhi protokol klinik.

Teknologi penyimpan data portable

Pelayanan kesehatan menggunakan referral system yaitu continuity of care. Konsep pelayanan kesehatan yang memiliki tingkat konektivitas yang tinggi di tingkat primer dengan tingkat rujukan di atasnya. Syaratnya adalah adanya komunikasi data medis secara mudah dan efektif. Beberapa pendekatan yang dilakukan adalah penggunaan smart card (kartu cerdas yang memungkinkan penyimpanan data sementara). Smart card sudah digunakan di beberapa negara Eropa maupun AS untuk memudahkan pasien, dokter maupun pihak asuransi kesehatan. Smart card berisi, selain data demografis, beberapa data diagnosis terakhir juga akan tercatat. Teknologi lainnya adalah model web based electronic health record dimana pasien menyimpan data sementara kesehatan mereka di Internet. Datadapat diakses oleh dokter atau rumah sakit setelah diotorisasi oleh pasien. Aplikasi penyimpan data portabel sederhana adalah barcode (atau kode batang). Food and Drug Administration (FDA) di AS telah mewajibkan seluruh pabrik obat di AS untuk menggunakan barcode sebagai penanda obat. Penggunaan bar code juga akan bermanfaat bagi apotik dan instalasi farmasi di rumah sakit dalam mempercepat proses inventori. Selain itu, penggunaan barcode juga dapat digunakan sebagai penanda unik pada kartu dan rekam medis pasien.
Teknologi penanda unik yang sekarang semakin populer adalah RFID (radio frequency identifier) yang memungkinkan pengidentifikasikan identitas melalui radio frekuensi. Rumah sakit tidak lagi memerlukan barcode reader. Setiap barang (misalnya obat ataupun berkas rekam medis) yang disertai dengan RFID akan mengirimkan sinyal terus menerus ke dalam database komputer. Sehingga pengidentifikasian akan berjalan secara otomatis.

Teknologi nirkabel
Pemanfaatan jaringan computer dalam dunia medis sudah dirintis sejak hampir 40 tahun yang lalu. Pada tahun 1976/1977, University of Vermon Hospital dan Walter Reed Army Hospital mengem-bangkan local area network (LAN) yang memungkinkan pengguna dapat log on ke berbagai kom-puter dari satu terminal di nursing station. Saat itu, media yang digunakan masih berupa kabel koaxial. Saat ini, jaringan nirkabel menjadi primadona karena pengguna tetap tersambung ke dalam jaringan tanpa terhambat mobilitasnya oleh kabel. Melalui jaringan nir kabel, dokter dapat selalu terkoneksi ke dalam database pasien tanpa harus terganggu mobilitasnya.
Komputer genggam (Personal Digital Assistant)
Saat ini, penggunaan komputer genggam (PDA) menjadi hal yang semakin lumrah di kalangan medis. Di Kanada, limapuluh persen dokter yang berusia di bawah 35 tahun menggunakan PDA. PDA dapat digunakan untuk menyimpan berbagai data klinis pasien, informasi obat, maupun panduan terapi/penanganan klinis tertentu. Beberapa situs di Internet memberikan contoh aplikasi klinis yang dapta digunakan di PDA seperti epocrates. Pemanfaatan PDA yang sudah disertai dengan jaringan telepon memungkinkan dokter tetap dapat memiliki akses terhadap database pasien di rumahs akit melalui jaringan Internet. Salah satu contoh penerapan teknologi telemedicine adalah pengiriman data radiologis pasien yang dapat dikirimkan secara langsung melalui jaringan GSM. Selanjutnya dokter dapat memberikan interpretasinya secara langsung PDA dan memberikan feedback kepada rumah sakit.
Memang, hingga saat ini tidak ada satu rumah sakit di dunia yang dapat menerapkan konsep rekam medis elektronik yang ideal. Namun demikian, beberapa penelitian melaporkan karakteristik dan pengalaman rumah sakit dalam menerapkan rekam medis elektronik. Doolan, Bates dan James mempublikasikan suatu studi tentang keberhasilan penerapan 5 rumah sakit utama di AS.
Dan yang menerapkan rekam medis berbasis komputer dan mendapatkan penghargaan Computer-Based Patient Record Institute Davies’ Award. Kelimanya adalah :
1. LDS Hospital, Salt Lake City (LDSH) pada 1995
2. Wishard Memorial Hospital, Indianapolis (WMH) tahun 1997
3. Brigham and Women’s Hospital, Boston (BWH) tahun 1996
4. Queen’s Medical Center, Honolulu (QMC) in1999
5. Veteran’s Affairs Puget Sound Healthcare System, Seattle and Tacoma (VAPS) tahun 2000
Kelima rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit pendidikan dengan jumlah tempat tidur bervariasi (dari 246-712 TT). Berdasarkan kepemilikan, 3 diantaranya merupakan rumah sakit swasta non profit (1,3,4), 1 merupakan rumah sakit daerah (2) dan 1 rumah sakit tentara (5).
Rekam medis elektronis telah diterapkan untuk mendukung pelayanan rawat inap, rawat jalan maupun rawat darurat. Berbagai hasil pemeriksaan laboratoris baik berupa teks, angka maupun gambar (seperti patologi, radiologi, kedokteran nuklir, kardiologi sampai ke neurologi sudah tersedia dalam format elektronik. Disamping itu, catatan klinis pasien yang ditemukan oleh dokter maupun perawat juga telah dimasukkan ke alam komputer baik secara langsung (dalam bentuk teks bebas atau terkode) maupun menggunakan dictation system. Sedangkan pada bagian rawat intensif, komputer akan mengcapture data secara langsung dari berbagai monitor dan peralatan elektronik. Sistem pendukung keputusan (SPK) juga sudah diterapkan untuk membantu dokter dan perawat dalam menentukan diagnosis, pemberitahuan riwayat alergi, pemilihan obat serta mematuhi protokol klinik. Dengan kelengkapan fasilitas elektronik, dokter secara rutin menggunakan komputer untuk menemukan pasien, mencari data klinis serta memberikan instruksi klinis. Namun demikian, bukan berarti kertas tidak digunakan. Dokter masih menggunakannya untuk mencetak ringkasan data klinis pasien rawat inap sewaktu melakukan visit. Di bagian rawat jalan, ringkasan klinis tersebut dicetak oleh staf administratif terlebih dahulu.
Kunci keberhasilan pengembangan sistem merupakan investasi untuk memperbaiki dan meningkat-kan proses klinis dan pelayanan pasien. Saat ini, seiring dengan isyu medical error dan patient safety, kebutuhan pengembangan IT menjadi semakin dominan dan klinisi perlu dilibatkan dalam perancang-an dan modifikasi sistem.Di kelima rumah sakit tersebut, berbagai upaya dilakukan, baik formal maupun non formal untuk melibatkan dokter dan dalam perancangan dan modifikasi sistem. Dokter, perawat maupun tenaga kesehatan lain yang memiliki pengalaman informatik dilibatkan sebagai penghubung antara klinisi dan sistem informasi. Hal ini terutama sangat penting dalam merancangn sistem pendukung keputusan klinis. Salah satu manajer IT mengatakan bahwa “We had over 530 people involved, and doctors hired to help us design screens and everything. The doctors were very much part of the effort.”
Menjaga dan meningkatkan produktivitas klinis
Meskipun diakui bahwa penggunaan komputer menambah beban bagi dokter, tetapi rumah sakit me-nyediakan fasilitas yang sangat mendukung. Jaringan nirkabel disediakan agar dokter tetap dapat mengakses data secara mobile. Demikian juga, fasilitas internet memungkinkan mereka memantau perkembangan pasien dari rumah.
Menjaga momentum dan dukungan terhadap klinisi.
Salah satu dokter mengatakan bahwa “..We demonstrated and talked about it and evangelized the clinical staff that this was something good, something sexy, high tech and innovative and it was going to be expected to be utilized.” Karena kesemuanya adalah rumah sakit pendidikan, setiap residen di-haruskan menggunakan komputer untuk mencatat perkembangan pasien. Akan tetapi, memelihara momentum agar dokter dapat menggunakan komputer secara langsung bervariasi, dari 3 tahunan hingga satu dekade.
Aspek Teknologi dalam Bidang Medis
Tak dapat dipungkiri bahwa pemanfaatan teknologi informasi dalam bidang teknis medis berkembang demikian pesatnya. CT Scan, generator x-ray MRI dan lain-lain adalah contoh nyata betapa alat bantu tersebut dapat lebih cepat dan tepat menentukan diagnosa yang pada gilirannya sangat bermanfaat dalam menetapkan skedul pengobatan yang sesuai.
Namun, bukan berarti tanpa kendala. Tingkat kesalahan, ketrampilan dan biaya yang membengkak patut menjadi pertimbangan dalam memilih dan menentukan peralatan berbasis teknologi informasi.
Aspek Teknologi di Bidang Medis dalam Praktek
Dalam perkembangannya, peralatan teknologi sebagai penunjang yang digunakan untuk membantu pengambilan keputusan tindakan medis dalam praktek sehari-hari makin canggih. Laptop dan PDA adalah contoh alat bantu yang sering digunakan (di luar negeri).
Penelitian tentang manfaat alat tersebut terhadap keputusan tindakan medis ternyata masih perlu pengembangan. Hal ini dipengaruhi oleh pengetahuan dasar para praktisi. Artinya, alat bantu di atas dapat memberi informasi dalam tindakan klinis namun seyogyanya disadari pula bahwa alat bantu bukan alat yang serba bisa.
Beberapa penelitian terdahulu menunjukkan efektivitas penggunaan sistem komputer untuk memperbaiki praktek peresepan (Bates dan Gawande, 2003). Kajian yang lebih baru oleh Chaudhry, dkk (2006) menyimpulkan bahwa penggunaan teknologi informasi dapat bermanfaat untuk meningkatkan kepatuhan terhadap standar pelayanan medik, dan mengurangi risiko kesalahan pengobatan.
Kajian sistematis Kawanoto, dkk (2005) pada 70 penelitian terdahulu menunjukkan bahwa sistem pendukung keputusan klinis terbukti meningkatkan pelayanan klinik pada 68% studi.
Aspek Teknologi dalam Bidang Pendidikan
Pada dasarnya Teknologi Informasi dimaksudkan untuk mempermudah proses belajar yang konstruktif dengan mengintegrasikan simulasi dan berhadapan dengan kasus realistik secara berkesinambungan sejak preklinik hingga pendidikan klinik di RS. Sebagai contoh, ketika mahasiswa belajar anatomi dengan cara konvensional, diperlukan waktu lama untuk memahami setiap bagian tubuh manusia karena harus membedahnya lapis demi lapis sebelum mengetahui organ di dalamnya. Berbeda dengan cara terkini yang bisa dilakukan dengan bantuan teknologi informasi sehingga pemahaman lebih mudah dan cepat. Fungsi zoom dapat membantu mengenal secara detail setiap bagian tubuh. Manakala mahasiswa berhadapan dengan kadaver maka bayangan detail tiap lapisan tubuh sudah melekat dalam memori.
Peran IT Akan Semakin Dominan.

Dunia IT semakin berkembang pesat. Komputer masa kini memiliki processing power yang lebih besar, namun memiliki ukuran yang lebih kecil. Sistim operasi semakin lama semakin user friendly. Linux menjadi pilihan banyak praktisi IT, karena open source. Dengan perkembangan dunia IT yang semakin maju, maka sudah seharusnya semua itu dimanfaatkan untuk menyelesaikan masalah kedokteran. Sekarang, sistim e-health dan asuransi kesehatan sudah sepenuhnya ditopang oleh IT.

Namun, ke depannya, sudah seharusnya kedokteran klinis juga ditopang secara penuh oleh berbagai perkembangan dunia IT, seperti open source, user friendly GUI, dan multi core processor. Bioinfomatika kedokteran akan semakin berperan dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi pasien secara langsung.

Referensi

1. Anis Fuad. “Peran Teknologi Informasi untuk Mendukung Manajemen Informasi Kesehatan di Rumah Sakit”, Blog Anis Fuad (URL http://anisfuad.wordpress.com/2005/09/13/peran-teknologi-informasi-untuk-mendukung-manajemen-informasi-kesehatan-di-rumah-sakit/ )
2. Cimino, JJ. Linking Patient Information Systems to Bibliographic Resources. Meth Inform Res 1996; 35:122-6
3. Coiera, E. Clarke, R. e-Consent: The Design and Implementation of Consumer Consent
Mechanisms in an Electronic Environment. J Am Med Inform Assoc. 2004;11:129–140.
4. Doolan, DF, Bates DW, James, BC. The Use of Computers for Clinical Care: A Case Series of Advanced U.S. Sites. J Am Med Inform Assoc. 2003;10:94–107.
5. Greenes R.A., Shortliffe E.H. Medical informatics: An emerging academic discipline and institutional priority. JAMA 1990; 263:1115-1120.
6. Halamka JD, Osterland C, Safran C. , CareWeb, A web-based medical record for an integrated health care delivery system., Center for Clinical Computing and Harvard Medical School, Int J Med, Boston, MA, USA, 1999, pp 54-56.
7. Ignatius Riki Tenggara, dr.Sp.PD, M.Kes , The Role of Technology in Medical Education
8. Kilas Berita, Peran TI Dalam Dunia Kedokteran (URL http://www.kilasberita.com/kb-tech/lain-lain/5516-peranti-dalam-dunia-kedokteran
9. Lameck Diero, Joseph K Rotich, John Bii, Burke W Mamlin, Robert M Einter, Irene Z Kalamai and William M Tierney, “A computer-based medical record system and personal digital assistants to assess and follow patients with respiratory tract infections visiting a rural Kenyan health centre” (URL http://www.biomedcentral.com/1472-6947/6/21 )
10. Rifki Sadikin, Dianadewi Riswantini , Esa Prakasa; Informatics Research Center, Indonesian Academy of Sciences: Design and Analysis of Smartcard-Based Medical Record Automation (URL http://informatika.lipi.go.id/publikasi/design-and-analysis-of-smartcard-based-medical-record-automation.html).
11. Rikie Lebang, Peranan Komputer Dalam Dunia Kesehatan dan Pengobatan (URL http://rikie-lebang.com/?p=28 )
12. Shortliffe, E.H. Medical informatics meet medical education. 1995 (URL http://www-camis.stanford.edu/projects/smi-web/academics/jama-pulse.html).
13. Shortliffe EH, Perreault, L.E., Wiederhold G, Fagan, L.M., eds. Medical Informatics: Computer Application in Health Care. Reading, MA: Addison-Wesley; 1990
14. Tang PC, Hammond WE. A progress report on computerbased patient records in the United States. In Dick RS, Steen EB, Detmer DE (eds): The Computer-based Patient Record: An Essential Technology for Healthcare, 2nd ed. Washington, DC, National Academy Press, 1997, pp 1–20.
15. http://www.medicalofficeonline.com/system/electronic_medical_records.html

Senin, 21 Desember 2009

Minggu, 13 Desember 2009

Sabtu, 12 Desember 2009

Jumat, 11 Desember 2009

Usir Kesemutan Pada Tangan Anda

Di tengan aktivitas sehari-hari, orang bisa saja mengalami pegal di bahu bagian belakang. Rasanya seperti baal atau kesemutan sehingga membuat kita merasa tidak nyaman. Pada kondisi yang parah, rasa itu bisa saja menjalar sampai ke lengan bahkan sampai ke jari tangan, baik pada tangan kiri ataupun tangan kanan.
Situasi ini bisa terjadi karena "sindrom bahu dan lengan" (shoulder and arm syndrome) atau dalam bahasa kedokteran disebut brachial plexus injury. Sumber masalahnya sebenarnya ada di tulang belakang bagian atas (cervical) dan dada (thoracal). Tepatnya di cervical ruas 5, 6, 7, dan antara cervical 8 dan thoracal 1.
Gangguan ini tidak terjadi secara mendadak. ini bisa disebabkan oleh karena di masa lalu penderita mengalami kecelakaan yang berdampak terhadap tulang belakang. Jika suatu kali terpicu lagi cedera pada area tersebut, maka akan kambuh. namun bisa juga disebabkan oleh sistem saraf dan kualitas otot yang kurang baik.
Orang biasanya akan mengatasi pegal-pegal dan kesemutan dengan cara mengerik/mengerok. Atau datang ke dokter untuk meminta obat penahan rasa sakit. Pada ilmu chiropractic, seorang chiropractor akan mendiagnosis keluhan tersebut kemudian mengkoreksinya. "Pada kasus yang masih ringan, koreksi ini bisa sangat cepat," kata dr.Tinah Tan, chiropractor pada klinik Citylife Chiropractic.
Untuk menjaga agar tidak terjadi keluhan akibat tulang belakang, disarankan:
- Selalu memeriksakan kondisi tulang belakang, meskipun tidak terdapat keluhan.
- Memperhatikan aktivitas sehari-hari yang tidak membebani kerja tulang dan otot.
- Jika terjadi keluhan menyangkut tulang, saraf, dan otot, sebaiknya tidak ditangani sendiri, agar tidak berlanjut. Konsultasilah ke dokter agar dapat diketahui sumber masalah dan dilakukan terapi fisik


disadur dari INTISARI Nov 2009